Rabu, 23 Mei 2012

MITOS Tentang ENTREPRENEUR…


ENTREPRENEUR… atau WIRAUSAHAWAN sudah menjadi istilah yang sangat populer di negeri ini. Berbagai kalangan begitu bersemangat mendengung-dengungkan tentang pentingnya menciptakan Wirausahawan ini. Definisi yang paling umum tentang Wirausahawan atau Entrepreneur adalah ‘Orang yang berbisnis sendiri, orang yang memiliki usaha sendiri’.

Seorang Entrepreneur juga diartikan sebagai orang yang kreatif, penuh semangat, dan pemberani. Dan salah satu motivasinya yang paling kuat adalah ‘ketidaktergantungan’ yang mengartikan tidak ingin diperintah untuk mengerjakan sesuatu oleh orang lain. Entrepreneur adalah orang yang menciptakan AKSI…yang memiliki gagasannya sendiri dan sangat setia mengikuti gagasannya tersebut.
Jika Entrepreneur sudah mendirikan perusahaannya sendiri, maka perusahaannya tersebut merupakan proyeksi dari dirinya sendiri, dan sebuah bentuk pengungkapan jati diri. Beberapa dari mereka ini mengawalinya dari kecil, dan ada yang tetap saja kecil tidak pernah berkembang dan bertumbuh.
Kemungkinan Entrepreneur yang tetap saja kecil ini, lebih mengutamakan kebebasan dirinya saja, daripada prestasi entrepreneurship nya. Mereka ini umumnya tidak memiliki ambisi dan keberanian mengambil resiko, juga tidak memiliki jaringan bisnis, karena tidak mau berupaya ke sana. Bagi mereka, yang penting adalah mereka sudah bisa bebas berkehendak sesuai kemauannya sendiri, dan tidak diperintah oleh orang lain. Oleh karena itu, seringkali hasil yang diperolehnya dari bisnis sendiri ini jauh lebih kecil dibandingkan gajinya saat dia bekerja di perusahaan milik orang lain.
Tetapi bagi Entrepreneur yang mau membangun dan mengembangkan jaringan bisnisnya, berani mengambil resiko, yang tidak mudah dilumpuhkan oleh kemunduran dan kekacauan dalam perjalanan bisnisnya, maka mereka ini akan cepat sekali membesarkan usahanya.
Meskipun demikian ada satu kesamaan yang saya lihat diantara keduanya, baikentrepreneur yang tetap kecil semenjak muncul, maupun yang cepat membesar bisnisnya, yaitu mereka semuanya memiliki hasrat yang sama: MENGAWASI. Yaa, mereka lebih senang memilih untuk menjadi pengawas orang lain, mengawasi bisnis dan para pegawainya, daripada mereka yang diawasi oleh orang lain di tempatnya bekerja meskipun itu sebuah perusahaan besar.
Mereka yang sudah memiliki ‘jiwa entrepreneur’ ini memang tidak pernah merasa nyaman, jika mereka bekerja selamanya untuk orang lain, meskipun berada di dalam sebuah organisasi besar tetapi itu kan dikelola oleh orang lain.
Berbagai komunitas wirausaha muncul dan tumbuh bak jamur di musim hujan, menghelat bermacam pelatihan tentang bagaimana menjadi seorang Wirausahawan, menjadi seorang Entrepreneur sejati. Ini mungkin bisa saja dimaklumi, sepanjang komunitas ini benar-benar berisi para Wirausahawan atau Entrepreneur sejati di dalamnya. Sehingga jika komunitas ini menyelenggarakan berbagai pelatihan untuk menjadi seorang Entrepreneur, maka itu bisa diharapkan benar-benar berhasil mendidik para peserta calon entrepreneur itu.
Namun, sekarang ini inisiatif untuk menyelenggarakan pendidikan kewirausahaan ini sudah menjadi sebuah asumsi di dalam masyarakat, bahwa “kewirausahaan itu dapat diajarkan” oleh para akademisi perguruan tinggi, apalagi mereka yang telah bergelar profesor, doktor atau master. Mungkin kalau dipandang dari kacamata mental positif, memang terlihat baik untuk menggerakkan pertumbuhan mental entrepreneurship.
Saya percaya, jika seorang profesor, doktor, atau master pasti mampu melakukan pengajaran dan pembelajaran tentang entrepreneurship kepada para peserta didiknya. Para akademisi ini pasti juga bisa melakukan sejumlah studi kasus sekaligus merancang teori antisipasinya. Saya percaya mereka bisa melakukannya dengan baik.
Tetapi, saya mempertanyakan satu hal saja, yaitu apakah para pengajar dari akademisi ini juga memiliki HASRAT OBSESI ENTREPRENEUR, yang mana hal ini menjadikannya sebuah DAYA KEHENDAK paling mendasar bagi seorangEntrepreneur sejati.
Nah, bagaimanakah seorang akademisi murni bisa memahami dan menyampaikan‘hasrat obsesi’ yang menjadi ‘daya kehendak’ seorang Entrepreneur kepada peserta didik? Jelas TIDAK BISA. Karena mereka tidak pernah menjalani kehidupan seorang Entrepreneur secara langsung. Oleh sebab itu, argumentasi bahwa kita semua mampu menjadi Entrepreneur jika memasuki sekolah formal yang bagus dan mahal, menurut saya lebih cenderung sudah mengarah kepada MITOS.
Kenyataan bahwa para lulusan sekolah formal, yang mengajarkan ‘entrepreneurship’ tidak semuanya menjadi Entrepreneur bahkan banyak yang menjadi pengangguran elit, itu sudah cukup sebagai bukti bahwa ‘semangat kewirausahaan’ bisa dengan mudah diperkenalkan kepada semua orang adalah sebuah mitos. Mitos itu sebuah legenda yang tidak ada bukti kebenarannya.
‘Semangat Kewirausahaan’ atau ‘Entrepreneur Spirit’ hendaknya diperkenalkan dan diajarkan oleh mereka yang memang benar-benar sebagai pelaku bisnis, benar-benar seorang wirausahawan atau entrepreneur, dan bukan oleh seorang yang tidak pernah menjalani hidupnya sebagai seorang entrepreneur sejati. Karena di dalamentrepreneur spirit ini terdapat hasrat obsesi yang menjadi daya kehendakseorang entrepreneur untuk tetap semangat maju, yang hanya dimiliki oleh seorang entrepreneur sejati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar